HomeBlogPoligamiKetika Poligami Menjadi Jalan Cinta Menuju Allah Ta’ala

Ketika Poligami Menjadi Jalan Cinta Menuju Allah Ta’ala

Ketika Poligami Menjadi Jalan Cinta Menuju Allah Ta’ala

Ditulis Oleh: Coach Hafidin | 0812-8927-8201

Jalan Cinta menuju Allah Ta’ala, sungguh amat sangat banyak dan batasannya amat sangat jelas yaitu Aqidah, Syariat dan Akhlak Islam.

Setiap orang boleh memilih jalan utama menuju pembuktian cinta kepada Allah Ta’ala. Semuanya, amat sangat tergantung dengan kesadaran, pemahaman, penghayatan dan level pencapaian Iman, Islam dan Ihsan seseorang selama hidup.

Karena, Jalan Cinta menuju Allah Ta’ala, amat sangat luas, maka setiap Muslim boleh menentukan berapa jalan Cinta yang ingin ditempuhnya, sesuai dengan hasrat, minat dan kebutuhan yang paling pantas. Yang pasti, jalan cinta menuju Allah Ta’ala, bertingkat-tingkat, sebagaimana predikat hukum yang ada.

Paling tidak setiap Muslim wajib membedakan mana fardu’ Ain dan fardu kifayah. Juga, Masti faham mana yang termasuk masuk pada rukun Iman dan Islam, mana pula yang lebih rendah dari itu.

Poligami saat menjadi jalan cinta kepada Allah Ta’ala, maka harus faham bahwa poligami bukan Fardu’ain, bukan juga Rukun Islam. Poligami hukumnya bisa mubah, sunnah, wajib, makruh atau haram.

Lebih dari itu, Bagi laki-laki yang sudah memilih Poligami sebagai jalan cinta menuju Allah Ta’ala, maka ia harus menguatkan pondasi keyakinan, kesadaran dan pemahaman yang benar, tentang 4 langkah Utama, meringankan pelaksanaan Syariat Allah Ta’ala, yaitu :

  1. Setiap Manusia wajib sadar Taslim hanya kepada Allah Ta’ala. Yaitu, mengakui Allah sebagai pencipta, pemberi rizki dan pengedali segala urusan, sehingga ia sadar sebagai hamba yang rela atau terpaksa, pasti menyerahkan diri secara total kepada Allah Ta’ala. Hasilnya, melaksanakan syariat Poligami sebagai bukti penyerahan diri secara total kepada Allah Ta’ala. Yaitu, poligami, bukan zina. Poligami hukti taslim, zina bukti pembangkangan.
  2. Setiap Muslim yang taslim kepada Allah Ta’ala, pasti ditandai oleh kepatuhan total (Qonit atau patuh tanpa tapi) kepada syariat Allah Ta’ala. Sehingga, memilih poligami sebagai jalan cinta kepada Allah, walaupun ribet, ruwet dan berat, sebagai tanda kepatuhan kepada syariat, dibandingkan dengan zina walau dianggap simpel, enak dan ringan.
  3. Bagi Muslim yang telah patuh tanpa tapi kepada Syariat-Nya, maka sudah bisa diapastikan akan mendesain dirinya hidup total dalam bingkai Ibadah (‘Abid), yaitu kaffah menjalankan Islam. Maka, poligami bukan Hanya sebagai pilihan solusi dari kebutuhan libido seksual atau solusi dari masalah hidup lainnya. Tapi, sudah menjadi tuntutan iman, konsekuensi keyakinan dan bukti kaffah dalam berislam. Hanya, karena Islam mensyariatkan poligami, maka Muslim kaffah berusaha maksimal membuktikan pengalaman syariat poligami.
  4. Lebih tinggi lagi dari semuanya, poligami dilandasi oleh kesadaran dan pemahaman atas pengagungan Allah dan Syariatnya. Baginya, setiap syariat pasti mulia, agung, terhormat, baik, maslahat dan pasti menghadirkan lebih banyak keharmonisan dan kebahagiaan. Keyakinannya utuh, bahwa syariat poligami mustahil diberlakukan oleh Allah dan ditetapkan sebagai Syarat Islam, dengan tujuan menyengsarakan manusia.

Secara ringkas jalan mudah mengamalkan syariat itu, jika manusia Taslim pada Allah Ta’ala, Qonit atau patuh tanpa tapi, kepada Syariat-Nya, lalu mendesain diri untuk total Ibadah atau hidup sebagai ‘Abid dan puncaknya, segala keadaan dirinya terkonsentrasi dengan melihat, menyadari, merasakan dan menikmati keindahan dan keagungan Allah Ta’ala.

Bagi seorang Muslim yang sudah melalui 4 proses ini dan sudah sampai pada puncaknya, yaitu Pengagungan kepada Allah dan Syariat-Nya, maka Poligami bukan menjadi beban lagi. Tapi, sudah menjadi cinta, kerinduan dan hasrat yang tinggi, untuk menjalankan dengan benar, baik, penuh hikmah, riang gembira dan kebahagiaan.

Saat seperti ini, seorang pecinta, perindu dan Salik atau penempuh jalan cinta melalui jalan syariat Poligami, sudah tidak penting lagi, bersama istri yang mana menempuh perjalanan cintanya menuju Allah Ta’ala.


Suami Merdeka Dan Istri Tawanan Suami


Sebab, yang ada dalam diri dan kesadaran tertingginya, bukan kenikmatan punya banyak Istri atau berjima’ dengan ganti-ganti suasana bersama Istri-istrinya, tapi sudah pada menikmati proses pembuktian sebagai Muslim, sebagai Mu’min dan sebagai hamba yang menyaksikan keindahan Allah Ta’ala dalam syariat Poligami (Keadaan Ihsan).

Prestasi level Kesadaran Ihsan atau Muhsinin seperti ini, menghadirkan ketenangan, keceriaan, kedamaian dan kebahagiaan dalam pelaksanaan syariat poligami, dengan istri manapun yang mau mengikuti jalan cinta dan rindunya, menuju Allah Ta’ala.

Ini rahasia dibalik keadaan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wasallam, begitu tenang saat di tolak menikah oleh wanita cinta pertamanya, begitu santai saat menghadapi gejolak cemburu istri-istri beliau dan begitu terukur dalam sikap saat menyelesaikan tuntutan kebutuhan hidup Istri-istri beliau.

Sungguh bahagia, bagi siapapun yang menjadikan standar Ihsan dalam setiap pengamalan Syariat-Nya. Siapapun ia, pasti ringan dalam menunaikan rukun Islam, pasti mudah melaksanakan Ibadah Sosial seperti Dakwah, Amar Ma’ruf dan Nahi Mungkar, serta pasti penuh semangat dalam membuktikan keagungan dan keindahan syariat Poligami dan Jihad Fii Sabilillah.

Barokallah fiikum
Coach Hafidin – Mentor Poligami Expert.


Baca Juga : Poligami Sukses Tanpa Istri Shalihah