
By Coach Hafidin | 0812-8927-8201
πΉ Fase 1: Suami yang Terjebak dalam Ketidakberdayaan
Fauzan (bukan nama sebenarnya) adalah seorang pengusaha sukses dengan penghasilan miliaran rupiah per tahun. Namun, di balik kesuksesan finansialnya, ia merasa terjebak dalam rumah tangga yang tidak ia pimpin.
Istrinya sangat dominan dalam banyak halβdari pengelolaan keuangan keluarga, pengambilan keputusan, hingga menentukan kapan dan bagaimana Fauzan boleh keluar rumah. Fauzan tidak punya kuasa atas waktunya sendiri, sering merasa harus meminta izin dalam segala hal.
Saat niat untuk berpoligami muncul, ia mendapati dirinya tidak memiliki wibawa di hadapan istri pertama. Setiap kali ia menyampaikan keinginannya, istrinya langsung meledak-ledak, menangis, mengancam, atau mengancam akan meninggalkan rumah bersama anak-anak mereka.
“Kalau aku nggak bisa memimpin satu istri, bagaimana bisa aku memimpin dua?” pikirnya.
Fauzan akhirnya mencari solusi dan menemukan Program Private Mentoring Poligami.
πΈ Fase 2: Mengalami Guncangan Saat Menjalani Proses Penempaan
Di awal mentoring, Fauzan kaget dengan konsep yang diajarkan. Selama ini, ia mengira bahwa memimpin rumah tangga cukup dengan memenuhi kebutuhan materi. Namun, dalam sesi pertama, ia menyadari bahwa kepemimpinannya selama ini lemah karena ia:
β
Tidak punya visi rumah tangga yang jelas (lemah sebagai Roisun)
β
Tidak punya wibawa di hadapan istri dan anak-anak (lemah sebagai Kabiirun)
β
Tidak mampu menegakkan aturan rumah tangga secara adil (lemah sebagai Haakimun)
β
Tidak berperan sebagai guru dan pembimbing bagi istri (lemah sebagai Muaddibun)
Saat menyadari bahwa kelemahan ini adalah akar dari masalahnya, Fauzan merasa tertantang. Ia ingin mengubah dirinya menjadi suami yang benar-benar Qowwam.
Namun, prosesnya tidak mudah. Ia harus menghadapi tahapan-tahapan berat dalam menata ulang rumah tangganya:
π Membangun Visi Qowwamah (Roisun): Fauzan mulai merancang grand design rumah tangganyaβke mana ia ingin membawa keluarganya, nilai-nilai apa yang ingin ia tanamkan, dan bagaimana ia membangun keseimbangan antara dunia dan akhirat dalam kepemimpinannya.
π Membangun Wibawa (Kabiirun): Ia belajar untuk berbicara dengan lebih tegas, tidak lagi membiarkan istrinya mendominasi pembicaraan atau mengambil keputusan tanpa keterlibatannya.
π Menjadi Hakim yang Adil (Haakimun): Ia mulai menetapkan aturan dan ketegasan dalam rumah tangganya, tanpa terpengaruh emosi istrinya.
π Menjadi Guru bagi Istri (Muaddibun): Ia mulai mendidik istrinya dengan ilmu dan keteladanan, bukan sekadar perintah atau emosi.
Awalnya, istrinya memberikan perlawanan yang besar. Ia menangis, protes, bahkan mencoba menggunakan anak-anak sebagai senjata untuk melemahkan Fauzan.
Namun, berkat pendampingan dalam mentoring, Fauzan tetap teguh dan memahami bahwa ini adalah proses normal dalam menata ulang kepemimpinan suami.
π’ Fase 3: Kemenangan Awal β Ketika Istri Mulai Berubah
Setelah beberapa bulan menjalani proses mentoring, perubahan mulai terlihat:
β
Istrinya mulai lebih tenang dan tidak lagi mudah melawan perintahnya.
β
Fauzan mulai merasakan dirinya lebih berwibawa dan dihormati dalam rumah tangga.
β
Ia tidak lagi dikendalikan oleh emosi dan tekanan istri, tetapi mampu memimpin rumah tangga dengan kepala dingin.
Suatu hari, istrinya yang biasanya selalu curiga dan mengontrol gerak-geriknya tiba-tiba berkata,
“Abi mau pergi kemana? Aku percaya sama abi. Aku tahu abi pasti sudah mempertimbangkan semuanya.”
Saat mendengar kalimat ini, Fauzan menyadari satu hal: kemerdekaannya sebagai suami telah kembali.
π Fase 4: Kemerdekaan Sejati Suami β Kesiapan Memimpin Poligami
Setelah beberapa bulan mentoring, Fauzan tidak hanya mendapatkan kembali kepemimpinannya, tetapi juga siap untuk poligami.
Ketika ia menyampaikan niatnya kepada istrinya, reaksi yang ia dapatkan sangat berbeda dari sebelumnya.
β Tidak ada teriakan, ancaman, atau drama.
β Tidak ada manipulasi atau ancaman pergi.
Istrinya hanya diam dan mendengarkan.
Setelah beberapa saat, istrinya berkata,
“Kalau memang ini keputusan Abi, aku terima. Aku percaya Abi bisa adil dan memimpin rumah tangga ini dengan baik.”
Fauzan hampir tidak percaya. Suami yang dulunya terjebak dalam kontrol istrinya, kini telah menjadi Qowwam sejati.
π Kesimpulan: Qowwamah adalah Jalan Menuju Kemerdekaan Suami
Dulu: Fauzan adalah suami yang tunduk pada tekanan istri, tidak memiliki kuasa atas waktu dan hartanya sendiri.
Sekarang: Ia adalah pemimpin sejati dalam rumah tangganya, dihormati oleh istri, dan memiliki kendali penuh atas hidupnya.
Qowwamah bukan sekadar konsep, tetapi realitas yang bisa dicapai oleh setiap suami yang mau menjalani prosesnya.
Apakah Anda siap untuk menempuh perjalanan yang sama?
Barokallah fiikum
Coach Hafidin β Mentor Poligami Expert
Baca Juga: