HomeBlogPolitikDinamika Rapat Persiapan Kemerdekaan

Dinamika Rapat Persiapan Kemerdekaan

Dinamika Rapat Persiapan Kemerdekaan

Coach Hafidin | 0812-8927-8201

✍️ Oleh Daniel Mohammad Rosyid @Pendidikan Tinggi Dakwah Islam (PTDI) Jawa Timur

Pertemuan para pendiri bangsa yang menghasilkan Piagam Jakarta (22 Juni 1945) dan finalisasi Pembukaan UUD 1945 (18 Agustus 1945) adalah pencapaian luar biasa. Berikut analisis mendalam tentang dinamika tersebut:

1️⃣ Kompromi Brilian dalam Keragaman

✨ Tiga kelompok kunci:

  • Kelompok Islam (H. Agus Salim, Ki Bagus Hadikusumo) → menginginkan negara berbasis syariat.
  • Kelompok Nasionalis-Religius (Soekarno, Hatta) → menekankan persatuan nasional dengan mengakomodasi nilai agama.
  • Kelompok Non-Muslim/Pluralis (A.A. Maramis, Latuharhary) → mengusung kesetaraan semua agama.

➡️ Piagam Jakarta menjadi titik temu: “Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya.”
Hal ini menunjukkan kematangan politik: aspirasi mayoritas terakomodasi tanpa menyingkirkan minoritas.

2️⃣ Perubahan 7 Kata: Diplomasi di Tengah Krisis

Penghapusan 7 kata pada 18 Agustus 1945 sering dipandang kontroversial, namun sejatinya adalah strategi penyelamatan bangsa.

  • Tekanan Hiroshima–Nagasaki: Jepang menyerah (15 Agustus 1945), Indonesia berada dalam vacuum of power. Konstitusi harus segera ditetapkan.
  • 🤝 Dukungan Timur Indonesia: Tokoh Kristen (Sam Ratulangi, I Gusti Ketut Pudja) menolak 7 kata. Jika dipertahankan, ada risiko perpecahan wilayah non-Muslim.
  • 🕌 Kearifan Tokoh Islam: Ki Bagus Hadikusumo, Kasman Singodimedjo, dan Teuku Muhammad Hasan rela berkompromi demi persatuan nasional.

3️⃣ Pencapaian Konstitusional yang Revolusioner

  • 📌 Dari Piagam Jakarta ke UUD 1945: hanya sila pertama berubah, tetapi ruh Piagam tetap hidup dalam Pembukaan UUD 1945 (“Atas berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa”).
  • ⚖️ Keseimbangan Ideal: Sila pertama “Ketuhanan Yang Maha Esa” menjadi payung inklusif – dasar moral negara & jaminan kebebasan beragama.
  • 🚀 Konsensus Cepat: Finalisasi UUD 1945 hanya 1 hari (18 Agustus 1945), di tengah ancaman perpecahan & intervensi asing.

4️⃣ Refleksi Kebijaksanaan Pendiri Bangsa

  • Soekarno–Hatta tidak memaksakan kehendak, tetapi menjadi mediator harmoni.
  • H. Agus Salim & A.A. Maramis – meski berbeda pandangan – menemukan common ground: Indonesia harus merdeka dulu, perdebatan filosofis bisa nanti.
  • Semangat Bhineka Tunggal Ika sudah diuji sejak awal: kompromi ini menjadikan Indonesia bukan negara agama atau sekuler, melainkan negara berketuhanan yang menghormati pluralitas.

5️⃣ Kesimpulan

Dinamika ini bukan sekadar “perubahan naskah”, melainkan manifestasi kecerdasan kolektif bangsa.
Para pendiri bangsa paham: kemerdekaan adalah harga mati, sementara perbedaan dapat dikelola dengan dialog dan kepercayaan.

👉 Perubahan 7 kata justru mengubah Piagam Jakarta dari dokumen kompromi menjadi dokumen pemersatu yang relevan hingga kini.
📌 Pencapaian 18 Agustus 1945 adalah bukti: Indonesia lahir dari negosiasi, bukan pemaksaan.

6️⃣ Refleksi Saat Ini

  • Sebagian kelompok Islam menilai UUD 1945 tidak cukup syar’i, bahkan menganggap hasil 18/8/1945 adalah pengkhianatan nasionalis.
  • Kelompok liberal & kiri sekuler radikal melalui “Reformasi” berhasil mengganti UUD 1945 dengan UUD 2002.
  • Dampaknya: dominasi parpol, pemilihan presiden langsung, serta munculnya Jokowisme sebagai buah dari perselingkuhan liberalisme & komunisme.

📍 Gunung Anyar, Surabaya – 18 Agustus 2025

Barokallah fiikum
Coach Hafidin – Sebagai Panglima Lapangan


Baca Juga: