
Coach Hafidin | 0812-8927-8201
Antara Vibrasi Qowwam dan Bayang-Bayang Nyai
📖 Pendahuluan: Sebuah Salah Paham
Banyak yang mengira bahwa menikahi santriwati — wanita yang tumbuh dalam atmosfer pesantren, menghafal kitab, dan khidmat kepada Kiyai — adalah jalan pintas untuk memudahkan poligami.
Padahal, asumsi ini keliru. Tidak sedikit santriwati justru mentally blocked terhadap poligami karena terpapar atmosfer psikososial yang paradoks:
Kiyai berpoligami diam-diam, namun takut pada Bu Nyai secara terang-terangan.
Fenomena ini membentuk vibrasi negatif terhadap kepemimpinan suami, dan menjadikan sosok “Bu Nyai” sebagai bayang-bayang otoritas dominan dalam rumah tangga.
Maka wajar jika banyak santriwati tumbuh dengan spirit pelayanan pada suami, tapi terselip trauma simbolik terhadap poligami.
🔊 Vibrasi Kiyai, Getarannya Tak Selalu Qowwam
Seorang santriwati belajar bukan hanya dari kitab,
tapi dari getaran batin dan vibrasi karakter Kiyai-Nyai di pesantren.
Mereka menyerap:
- Gaya komunikasi antara Kiyai dan Bu Nyai
- Pola relasi kuasa di dapur dan forum
- Frekuensi emosi saat konflik rumah tangga terjadi
- Bahkan cara Kiyai menyembunyikan atau menghadapi istri keduanya
Dalam teori resonansi sosial, apa yang dirasakan lebih kuat dari apa yang dikatakan.
“Kepemimpinan sejati adalah vibrasi, bukan instruksi.”
— John C. Maxwell
Saat Kiyai menampilkan keteladanan yang ambigu—berpoligami tapi takut ditegur istri pertama—vibrasi kepemimpinannya merosot.
Ia tidak lagi menjadi Roiisun dalam makna spiritual, hanya sebagai simbol administratif.
⚖️ Keteladanan Tumpul: Santriwati Menyerap Dualisme
Menurut Imam Al-Ghazali dalam Ihya’ Ulumuddin, pendidikan paling efektif adalah at-ta’lim bil haal — mengajarkan dengan kondisi hidup.
Jika kondisi guru tidak sejalan dengan ajarannya, maka murid akan mengalami tanaqud dzihni (konflik kognitif).
Banyak santriwati tumbuh dengan pemandangan kontradiktif:
- Kiyai mengajarkan ayat poligami, tapi…
- Menyembunyikan istri kedua
- Takut pada ancaman istri pertama
- Menghindari transparansi
- Mengandalkan kuasa struktural, bukan keteladanan spiritual
Akibatnya, banyak santriwati mengidap ketakutan irasional terhadap poligami, karena sejak awal vibrasi Qowwam tidak pernah mereka rasakan.
💔 Santriwati Tak Anti Poligami, Tapi Anti Suami Lemah
Masalah utama bukan pada poligami.
Santriwati tidak sedang memberontak terhadap syariat.
Mereka hanya tidak siap dipimpin oleh laki-laki yang:
- Lemah vibrasinya
- Buram keteladanannya
- Kabur arah spiritualitasnya
- Tak punya wibawa untuk dicintai dengan utuh dan taat
“Perempuan tidak butuh lelaki yang hanya kuat memerintah,
tapi lelaki yang kuat meyakinkan lewat akhlak dan adab.”
— Syaikh Muhammad al-Ghazali
Vibrasi suami Qowwam menghadirkan rasa aman, bukan ancaman.
Dan ini hanya lahir dari pribadi yang mendamaikan:
- Ruh
- Lapang dada
- Hati bening
- Jiwa besar
Empat pondasi ini adalah ciri khas Qowwam sejati.
🌙 Kepemimpinan Spiritual dalam Poligami
Dalam Islam, poligami adalah ujian kepemimpinan spiritual, bukan sekadar kehebatan manajerial.
Santriwati yang cerdas dan tajam spiritualitasnya tidak akan bisa dipimpin oleh laki-laki yang:
Hanya pandai berteori syariat,
tapi tak punya inner power untuk menjadi qowwamun ‘alan-nisaa.
📖 Allah Ta’ala berfirman:
“Ar-rijālu qawwāmūna ‘ala an-nisā’…”
(QS. An-Nisa: 34)
🧠 Imam as-Sa’di menjelaskan dalam tafsirnya:
“Pemimpin yang dimaksud adalah yang mampu memperbaiki, menjaga,
dan membimbing perempuan — bukan yang sekadar menguasai.”
(Tafsir as-Sa’di, hlm. 177)
✅ Kesimpulan: Bangun Vibrasi Sebelum Membangun Izin
Poligami bukan soal izin istri,
tapi soal izinkan diri menjadi pemimpin sejati.
➡️ Yang getaran ruhiyahnya menenteramkan.
Jangan buru-buru menyasar santriwati jika belum sanggup menjadi figur yang lebih kuat dari Kiyai-nya dan lebih teduh dari Bu Nyai-nya.
Santriwati tidak anti poligami.
Mereka hanya alergi pada:
- Lelaki yang takut istri tapi sok syar’i
- Yang bacaan fiqihnya keras tapi getaran batinnya lemah
📚 Sebagaimana kata Imam Malik rahimahullah:
“Ilmu bukan sekadar banyaknya riwayat,
tapi cahaya yang Allah letakkan dalam hati seorang hamba.”
(Jami’ Bayanil Ilmi, no. 344)
Jika cahaya itu belum menyala,
➡️ jangan dulu menyentuh santriwati.
✍️ Catatan Penutup
Tulisan ini bukan serangan terhadap pesantren atau santriwati,
melainkan panggilan bagi para lelaki untuk meningkatkan kualitas qowwamah, bukan sekadar kuantitas istri.
Jadilah lelaki yang bergetar karena cinta Allah,
bukan yang menggigil saat ditegur istri.
Barokallah fiikum
Coach Hafidin – Mentor Poligami Expert
Baca Juga: