
By Coach Hafidin |Β 0812-8927-8201
Oleh: Coach Hafidin β Begawan Poligami Indonesia
π£οΈ “Saya ingin poligami, Coach. Tapi kasihan sama istri saya…”
Kalimat ini terdengar mulia. Tapi jika dibedah dengan ilmu, iman, dan logika langit, justru menunjukkan ketidakmatangan spiritual seorang suami. Bahkan lebih jauh, ia adalah indikasi lemahnya iman kepada Allah dan hari akhir.
π Mari kita bahas, dengan renyah tapi menghunjam.
1οΈβ£ Kasihan Istri vs Taat kepada Allah
Kasihan kepada istri adalah bentuk empati. Tapi saat empati itu menjadi alasan menolak perintah Allah, maka empati itu berubah menjadi kekeliruan spiritual.
π QS Al-Ahzab: 36
“Tidaklah pantas bagi laki-laki yang mukmin dan perempuan yang mukmin, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, ada pilihan yang lain bagi mereka tentang urusan mereka.”
Poligami bukan sekadar pilihan pribadi, tapi syariat yang terbuka ruangnya dalam Islam. Dan ketika seorang lelaki sudah memenuhi syarat:
π° Mapan secara finansial
βοΈ Mampu berlaku adil
π‘οΈ Ingin menjaga kemuliaan diri dari zina terselubung
β¦maka mundur dari poligami hanya karena takut istri sedih adalah bentuk ketundukan kepada rasa, bukan kepada Rabb semesta alam.
2οΈβ£ Iman kepada Hari Akhir: Cermin Ketegasan Lelaki Qowwam
Mengapa takut pada kesedihan istri lebih dominan dibanding takut kepada Allah? Karena rasa kasihan itu hadir dari pandangan duniawi, sedangkan ketaatan lahir dari iman kepada akhirat.
π Syaikh Abdurrahman bin Nashir As-Sa’di:
“Orang yang sempurna imannya akan tunduk kepada perintah Allah dan Rasul-Nya, meskipun bertentangan dengan hawa nafsunya.”
(Taisir al-Karim ar-Rahman fi Tafsir Kalam al-Mannan)
π§ Iman kepada hari akhir adalah kesadaran bahwa setiap keputusan hidup akan dimintai pertanggungjawaban. Dan salah satu pertanyaan penting adalah:
“Mengapa engkau takut pada tangis istrimu, tapi tidak gentar pada murka Rabbmu?”
3οΈβ£ Kasihan Bisa Jadi Jerat Setan
Setan sangat tahu bahwa banyak suami tidak akan digoda dengan zina terang-terangan, tetapi cukup dengan satu bisikan lembut:
π―οΈ “Kasihan istrimu nanti. Jangan tega…”
Akhirnya:
β Poligami ditunda
β Nafsu tidak tersalurkan dengan syarβi
β Syariat dijadikan tawanan perasaan
β οΈ Padahal, syariat bukan untuk ditawar-tawar. Ia adalah cahaya untuk dipatuhi, bukan perasaan untuk diperdagangkan.
4οΈβ£ Poligami: Bukan Tentang Nafsu, Tapi Tentang Amanah
Banyak orang salah paham. Poligami bukan pelampiasan. Ia adalah:
π― Amanah besar
π Ladang pengabdian
π Jalur percepatan menuju ridha Allah
Kalau niat sudah benar, bekal sudah siap, dan jalan terbuka, maka mundur hanya karena istri belum ridha, justru menunjukkan posisi suami belum kokoh sebagai Qowwam.
5οΈβ£ Penutup: Taatilah Allah, Maka Allah Lembutkan Hati Istrimu
Ketaatan itu seringnya pahit di awal, tapi manis di akhir. Banyak mentee saya yang dulu ragu, tapi setelah berani melangkah dalam bimbingan syariat, akhirnya justru:
π Istri pertama makin hormat
π‘ Rumah tangga makin rapi
β€οΈ Hati istri lembut tanpa dipaksa
Karena kunci utamanya satu:
“Taat pada Allah dulu, baru Allah tundukkan yang lainnya.”
π Akhir Kata:
Suami yang mundur dari poligami karena “kasihan pada istri”, tapi mengabaikan perintah Allah, adalah suami yang perlu revolusi spiritual.
π Iman itu bukan diukur dari shalat dan puasa saja, tapi dari siapa yang kita takuti saat harus memilih: Allah atau istri.
Jika Anda ingin menjadi suami tangguh, pemimpin sejati, dan hamba Allah yang total, maka berhentilah menuhankan air mata istri.
π₯ Jadilah Qowwam. Tunduk pada Allah. Lalu pimpin keluargamu, dengan cinta, adab, dan keberanian.
Barokallah fiikum
Coach Hafidin β Mentor Poligami Expert
Baca Juga: