
Dalam perjalanan rumah tangga, doa seorang istri adalah kekuatan yang luar biasa. Namun ada satu fenomena yang patut direnungkan dengan serius, terutama bagi para istri yang hidup dalam masyarakat Muslim: doa agar suami tidak poligami.
Apakah ini doa yang sah-sah saja sebagai bentuk cinta dan ketakutan kehilangan?
Ataukah, secara tidak sadar, ini adalah bentuk penolakan terhadap syariat Allah Ta’ala?
Pertanyaan ini tidak sederhana — tapi harus dijawab dengan jujur dan jernih.
Poligami Adalah Bagian dari Syariat Islam
Sebelum membahas doa istri, mari kita tegaskan dulu satu hal penting:
Poligami adalah bagian sah dari syariat Islam.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
“Nikahilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi: dua, tiga, atau empat…”
(QS. An-Nisa’: 3)
Ini bukan pendapat ulama, bukan pula budaya Arab — tapi firman langsung dari Allah.
Maka seorang Muslim, lelaki atau perempuan, wajib menerima poligami sebagai hukum yang sah, baik secara fikih maupun akidah.
Apa yang Salah dari Doa Menolak Poligami?
Doa adalah ibadah. Namun dalam Islam, doa tetap harus berada dalam koridor adab dan syariat. Tidak semua doa dibenarkan, apalagi jika isinya bertentangan dengan nilai-nilai Islam.
Contohnya:
- Berdoa agar tidak wajib salat.
- Berdoa agar tidak diwajibkan menutup aurat.
- Berdoa agar suami tidak poligami, karena tidak suka dengan syariatnya.
Jika alasan istri berdoa agar suaminya tidak poligami murni karena takut, cemburu, atau belum siap secara emosi — itu manusiawi. Tapi jika doa itu dibarengi dengan keyakinan bahwa poligami tidak baik, menyakitkan, atau tidak pantas di zaman modern, maka ia sedang masuk ke wilayah bahaya akidah.
Karena sejatinya, menolak satu bagian dari syariat Islam sama saja dengan mengingkari seluruhnya.
Membedakan Antara Perasaan dan Prinsip
Islam tidak pernah melarang perasaan. Seorang istri boleh menangis, takut kehilangan, bahkan cemburu hebat. Itu bukan dosa.
Namun, perasaan tidak boleh mengalahkan prinsip.
Yang salah adalah saat rasa takut dan cemburu itu berubah menjadi sikap menolak atau membenci aturan Allah.
Doa seperti: “Ya Allah, jangan izinkan suamiku berpoligami selamanya”, jika keluar dari hati yang membenci syariat, maka itu bukan lagi bentuk cinta, tapi potensi istihza (melecehkan perintah Allah).
Solusi: Redam Emosi, Eratkan Hubungan dengan Allah
Daripada berdoa menolak syariat, lebih baik seorang istri berdoa seperti ini:
“Ya Allah, jika suamiku berniat poligami, kuatkan hatiku untuk menerimanya sebagai bentuk taat kepada-Mu. Bimbing aku agar tetap dalam ridha-Mu.”
Inilah bentuk taslim (kepasrahan total) kepada Allah.
Dan justru di sinilah letak kebahagiaan sejati seorang Muslimah — bukan ketika semua keinginannya dipenuhi, tapi saat hatinya mampu tunduk dan tenang dalam pelukan syariat.
Kesimpulan: Cinta Itu Boleh, Tapi Jangan Sampai Menolak Hukum Allah
Boleh saja seorang istri berharap suaminya tidak berpoligami. Itu manusiawi.
Tapi jangan sampai harapan itu berubah menjadi penolakan terhadap syariat.
Karena kalau doa digunakan untuk menolak apa yang Allah halalkan, itu bukan lagi bentuk cinta. Tapi bentuk perlawanan halus terhadap hukum-Nya.
Di sinilah pentingnya edukasi, bimbingan, dan transformasi spiritual — bagi suami maupun istri.
Private Mentoring Poligami: Mendidik Bukan Sekadar Mengizinkan
Dalam program Private Mentoring Poligami, saya membimbing para suami (dan juga istrinya) agar mampu memahami makna sejati poligami dalam Islam.
Kami tidak hanya bicara hukum, tapi juga:
- Mentalitas suami Qowwam.
- Perasaan istri yang butuh dihormati.
- Doa yang mendekatkan hati, bukan menjauhkan dari syariat.
Jika Anda serius ingin membangun rumah tangga yang kokoh di atas iman dan ilmu — silakan pelajari program kami lebih dalam.
Karena poligami bukan sekadar tentang jumlah istri, tapi tentang kesiapan menjalani syariat dengan hati yang lapang.
Barokallah fiikum
Coach Hafidin – Mentor Poligami Expert
Baca Juga: