
Coach Hafidin | 0812-8927-8201
Ulama, Residen, dan Pejuang Revolusi Kemerdekaan Indonesia
📖 Pendahuluan
Dalam catatan sejarah perjuangan kemerdekaan Indonesia, nama-nama besar dari pusat kekuasaan sering kali lebih dikenal publik. Namun, dari daerah-daerah yang penuh bara perjuangan, berdirilah sosok-sosok yang tak kalah agung kontribusinya. Salah satu di antaranya adalah KH. Tubagus Achmad Chatib al-Bantani, ulama kharismatik asal Pandeglang, Banten, yang mengabdikan hidupnya sebagai pejuang, pendidik, organisator, dan pemimpin daerah dalam masa-masa paling krusial Republik ini.
🎓 Latar Belakang dan Pendidikan
KH. Tubagus Achmad Chatib lahir pada tahun 1885 di Pandeglang, Banten, dari keluarga ulama terpandang. Sejak muda, beliau mengenyam pendidikan Islam dari pesantren ke pesantren, hingga kemudian menunaikan ibadah haji dan melanjutkan belajar agama di Mekkah selama tiga tahun.
Pendidikan di Haramain ini membentuk karakter beliau sebagai ulama yang tidak hanya mendalam secara ilmu, namun juga berani secara politik dan sosial, layaknya tradisi ulama pejuang Nusantara lainnya.
🔥 Keterlibatan dalam Pemberontakan 1926
Pada tahun 1926, terjadi pemberontakan besar terhadap kolonialisme Belanda, yang dipicu oleh ketidakadilan struktural dan penindasan sistemik. KH. Achmad Chatib tercatat terlibat aktif dalam gerakan ini.
Keterlibatannya menyebabkan ia ditangkap dan diasingkan ke Boven Digoel, Papua—tempat pengasingan paling keras yang dikenal oleh para pejuang Republik.
Ia menjalani masa pengasingan hingga 1940, lalu kembali ke Banten dengan semangat yang tidak padam. Di masa itu, pengasingan bukanlah hukuman semata, melainkan medali kehormatan bagi kaum perlawanan.
⚔️ Bergabung dengan Tentara PETA dan Pengalaman Militer
Pada masa pendudukan Jepang, KH. Achmad Chatib bergabung dengan PETA (Pembela Tanah Air) dan mendapatkan pangkat Shodanco (setara komandan kompi). Ini bukan langkah pragmatis, melainkan strategi jangka panjang untuk menyusup, belajar taktik militer, dan mempersiapkan diri bagi kemerdekaan yang segera tiba.
Pendidikan militer ini kelak menjadi sangat berguna ketika beliau harus memimpin rakyat dalam mempertahankan kemerdekaan melawan Agresi Belanda.
🏛️ Diangkat sebagai Residen Banten Pertama
Setelah proklamasi 17 Agustus 1945, pada 19 September tahun yang sama, Presiden Soekarno menunjuk KH. Achmad Chatib sebagai Residen Banten. Inilah momen penting ketika kepemimpinan ulama tidak lagi hanya religius, tetapi administratif dan strategis.
Sebagai Residen, ia:
- Menunjuk wakil residen (Zulkarnain Suria Kartalegawa),
- Membentuk Komite Nasional Indonesia Daerah (KNID),
- Membentuk Badan Keamanan Rakyat (BKR) bersama KH. Syam’un untuk mengamankan wilayah Banten.
Beliau menjadikan pemerintahan pasca-kolonial di Banten tidak kosong, tidak bingung, dan tidak gamang. Ia membentuk tatanan, bukan hanya meneriakkan kemerdekaan.
💰 Mencetak ORIDAB: Simbol Kedaulatan Ekonomi Daerah
Saat Agresi Militer Belanda I dan terjadi krisis moneter karena pemblokadean oleh Belanda, KH. Achmad Chatib menginisiasi pencetakan uang lokal bernama ORIDAB (Oeang Republik Indonesia Daerah Banten) pada 15 Desember 1947.
Langkah ini mencerminkan:
- Kedaulatan ekonomi lokal,
- Solusi visioner dalam masa krisis,
- Kepemimpinan yang tidak hanya simbolik, tetapi sangat pragmatis dan taktis.
Uang tersebut dicetak di Serang dan diakui sebagai alat transaksi resmi di wilayah Banten.
🎯 Memimpin Perlawanan Gerilya saat Agresi Militer II
Pada tahun 1948, saat Belanda melancarkan Agresi Militer II dan menduduki wilayah-wilayah penting termasuk Serang, KH. Achmad Chatib mengorganisasi pemerintahan darurat di pedalaman Banten dan mengkoordinasikan perlawanan gerilya bersama tokoh-tokoh rakyat, jawara, ulama, dan TNI.
Ia tak pernah lari. Ia tetap berdiri. Ia menolak menyerah.
🏅 Warisan dan Pengakuan
Hingga kini, KH. Achmad Chatib belum ditetapkan sebagai Pahlawan Nasional, meskipun jejaknya memenuhi semua syarat:
- Ulama besar,
- Pemimpin sipil dan militer,
- Penggerak ekonomi,
- Pelindung rakyat,
- Pembela Republik dari awal sampai akhir.
Masyarakat Banten melalui tokoh seperti Embay Mulya Syarif telah mendorong pemerintah agar memberikan gelar tersebut sebagai bentuk keadilan sejarah.
🕌 Penutup: Ulama sebagai Pilar Kemerdekaan
KH. Tubagus Achmad Chatib al-Bantani bukan hanya pejuang, ia adalah arsitek. Arsitek spiritual, sosial, politik, dan ekonomi bagi Banten dan Republik Indonesia.
Di tengah berbagai krisis dan ancaman, ia tampil dengan solusi, dengan tindakan, dan dengan keberanian.
Beliau adalah bukti bahwa ulama bukan hanya pelantun doa dan pengajar kitab, tapi juga penjaga tanah air, pencipta sistem, dan pemimpin revolusi.
Allahu yarhamuhu.
Semoga jejak beliau jadi inspirasi bagi para pemimpin hari ini: Berilmu, Berani, dan Berkontribusi Nyata.
Barokallah fiikum
Coach Hafidin – Mentor Poligami Expert
Baca Juga: