
Banyak orang yang melihat lelaki sukses berpoligami lalu berkomentar:
“Wah, hebat banget. Beruntung banget. Dapet istri shalihah, rukun, akur, adem.”
Lalu muncullah pertanyaan:
Apakah sukses dalam poligami itu soal nasib? kebetulan? atau memang jodoh yang sudah ditentukan sejak awal?
Coach Hafidin menjawab:
❌ BUKAN!
✅ Sukses poligami bukan karena nasib, dan jelas bukan karena seseorang terlalu hebat.
⚖️ Kalau Allah Tegakkan Keadilan-Nya, Tak Akan Ada yang Sukses
Sebenarnya, kalau kita mau jujur…
- Mana ada suami yang tidak pernah menyakiti hati istri?
- Mana ada yang konsisten 100% dalam adil?
- Mana ada yang tak pernah lalai, lupa, atau gegabah?
“Kalau Allah menerapkan keadilan mutlak-Nya di dunia, pasti tak ada satu pun suami yang sukses poligami.”
Karena kita lebih banyak salah daripada benarnya. Tapi… kenapa masih ada yang sukses?
👉 Karena Allah tidak sedang memperlakukan kita dengan keadilan-Nya,
💗 Tapi dengan kasih sayang-Nya.
🌸 Sukses Poligami adalah Bukti Allah Maha Penyayang, Bukan Bukti Kita Sudah Sempurna
- Allah membalas sedikit amal kita dengan hasil berkali lipat
- Allah menutupi banyak kesalahan yang mestinya terbongkar
- Allah menguatkan rumah tangga kita dengan cinta yang bukan datang dari diri kita
- Allah mendatangkan sakinah, bukan karena kita layak, tapi karena kita sedang disayangi
🚫 Sukses Itu Rahmat, Bukan Puncak Kepantasan
“Jangan GR. Kamu sukses poligami bukan karena kamu pantas, tapi karena Allah sayang.”
Coach Hafidin selalu menegaskan ini dalam Private Mentoring Poligami:
“Jangan merasa hebat jika poligamimu tenang. Yang hebat itu Allah—karena Dia menutup aibmu, membalas niat baikmu, dan mempertemukanmu dengan wanita-wanita yang masih bisa sabar bersamamu.”
🌧️ Penutup: Sukses Poligami Itu Tidak Ditakdirkan, Tapi Diunduh dari Langit
Bukan berarti kita boleh pasif. Justru kita harus:
✅ Terus belajar
✅ Terus memperbaiki niat
✅ Terus upgrade kepemimpinan diri
Tapi tetap sadar:
Yang membuat berhasil itu bukan kita,
Tapi rahmat Allah yang Maha Penyayang.
“Dan rahmat Tuhanmu lebih luas daripada seluruh logika manusia.”
(Tafsir QS. Al-A’raaf: 156)